Agustus 14, 2013

Pelarian (#1)


Dimana aku selalu menyediakan ruang untuk siapapun orang yang datang meminta untuk aku mengisi kesepiannya, kejenuhannya, kebimbangannya atau sekedar aku diminta mendengarkan cerita keluh kesahnya. Aku tak dijadikan istimewa di bagian hidupnya, di pedestrian hatinya pun tidak tapi ada sebagian yang terlanjur nyaman, ditempatkan aku sebagai tokoh nyata di alur hidupnya. Sahabat ataupun pelarian belaka. Ini seperti pekerjaan sukarela terkadang memang biasanya tak patut menerima imbalan, tulus. Aku selalu membuka pintu untuk siapapun yang kan bertandang ke ruang itu. Social Media. Mengapa ini kerap terjadi walaupun akhirnya bukan happy ending buatku, mulanya aku terkadang merasa tak pantas bila aku diam saja menyikapi orang yang sedang dirundung kecewa, terluka atau terintimidasi kehidupan yang memang jalannya tak selalu terbebas dari himpunan kerikil maupun teksturnya yang curam nan berliku. 
 
Anehnya ketika komunikasi yang diemban sudah mulai hangat – bukan lagi cerita keluh kesah yang jadi buah bibir – nampak ada setitik rasa dari titisan kebersamaan yang terpatri tanpa rencana, tanpa terkira bahwa jalinan itu makin erat namun mengambang arahnya. Rasa saling perhatian pun datang tak mengetuk di rumah komunikasi kita. Dan sudah berapa jauh aku masuk dalam kisah ini, kisah yang tak disangka – sangka. 

Tidak pikirkah dia, jika aku adalah orang yang tak lama dikenalnya dan ini pun hanya saling melemparkan sandi sandi maya. Tidak terpikirkah bagaimana nyatanya aku adalah orang yang hanya ingin tau masalahnya dan setelah itu menertawakannya, rasanya tak mengenakkan bukan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar